Senin, 18 Januari 2010

Leukemia Bisa Disembuhkan

Leukemia atau kanker darah bukan lagi penyakit yang mengerikan. Penyakit yang beberapa tahun lalu bisa dikatakan vonis mati itu, kini bisa diobati, sehingga penderita sembuh total. Semakin dini kanker ditemukan kemungkinan sembuh makin besar. Hal itu mengemuka dalam seminar”Kanker pada Anak” yang diselenggarakan Yayasan Kanker Indonesia, Selasa (18/9/07) di Jakarta.

Menurut dr Djajadiman Gatot SpA(K) dari Sub Bagian Hematologi-Onkologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak (30-40 persen). Disusul tumor otak (10-15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10-12 persen). Sisanya, kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal.

Gaya hidup dan paparan bahan karsinogenik bisa diabaikan sebagai penyebab kanker pada anak. Diduga kuat, kanker disebabkan kelainan genetik ditambah masuknya virus tertentu. Defisiensi atau kekurangan faktor imunitas serta paparan zat radioaktif dapat meningkatkan kejadian kanker.

“Setelah jatuhnya bom atom, terjadi peningkatan kasus leukemia pada anak di Jepang, karena ibunya terkena radiasi,” ujar Djajadiman.

Orangtua perlu mewaspadai jika anak sering tampak lesu dan lelah disertai pucat, demam yang tak jelas penyebabnya, perdarahan abnormal—seperti mimisan, bercak-bercak biru di kulit, serta rewel karena merasa nyeri pada tulang dan perut teraba keras atau membengkak. Kadang-kadang ditemukan benjolan pada kulit, pembengkakaan gusi, kelumpuhan otot wajah atau tungkai tanpa sebab yang jelas.

Dokter Maria Abdulsalam SpA (K) yang juga dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM menambahkan, darah manusia terdiri dari cairan darah (plasma) dan sel darah yang beredar dalam pembuluh darah.

Secara garis besar sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Sel daah putih berfungsi memberantas infeksi, sedang keping darah diperlukan untuk menghentikan perdarahan jika terjadi luka.

Di sel darah putih

Leukemia bisa tejadi di salah satu sel darah itu. Yang terbanyak di sel darah putih. Sel darah putih yang mengalami keganasan akan memperbanyak diri secara tak terkendali. Namun, sel yang terbentuk tidak normal dan tidak berfungsi. Sel-sel itu mendesak pertumbuhan sel darah putih yang normal maupun sel darah merah dan keping darah.

“Menurunnya sel darah putih menyebabkan anak mudah terkena infeksi, rendahnya sel darah merah menyebabkan anak pucat dan lemah, berkurangnya keping darah membuat anak mudah mengalami perdarahan yang sulit berhenti. Selain di permukaan tubuh, perdarahan bisa terjadi di saluan cerna, otak, maupun organ tubuh lain, dan menyebabkan kematian. Sel ganas bisa menyebar ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, tulang,” papar Maria.

Penyembuhan

Terapi kanker, kata Djajadiman lagi, kini makin berkembang dengan ditemukan berbagai sitostatika (obat antikanker) yang ampuh memberantas sel kanker. Tujuan pengobatan, kini tidak hanya untuk memperpanjang usia, tetapi mengupayakan penyembuhan. Menurut dia, kemungkinan sembuh pada leukemia adalah 70-100 persen tergantung stadiumnya, sama dengan kemungkinan sembuh untuk kanker Wilms (kanker ginjal pada anak). Makin dini diobati, makin besar kemungkinan sembuh total.

Pada leukemia, pengobatan dilakukan dengan kemoterapi, sambung Maria. Masalahnya, obat sitostatika tidak hanya memberantas sel kanker. Sel-sel darah normal yang diproduksi dalam sumsum tulang turut terberantas, sehingga pasien mengalami kondisi yang sangat rawan terhadap infeksi, perdarahan, maupun kesehatan umum.

Sejalan dengan kemampuan untuk memberantas sel kanker, efek samping sitostatika mutakhir juga makin kuat. Oleh karena itu, perlu dipantau ketat efek samping terhadap hati, jantung, dan ginjal. Untuk itu, di samping sitostatika, penderita diberi pula obat penangkal efek samping, tranfusi darah, antibiotika, serta makanan bergizi.

“Pengobatan penderita leukemia harus dilakukan di rumah sakit dengan sarana lengkap, termasuk kamar bebas infeksi dan dilakukan oleh ahli,” tambah Maria.

Pencegahan

Penyakit leukemia tidak dapat menular. Namun disarankan untuk menghindari masuknya zat-zat kimia ke dalam tubuh, seperti debu, kapur, dan lainnya. Pencegahan leukemia adalah dengan mengkonsumsi vitamin A, C, buah-buahan segar serta sayuran yang kaya akan serat.

Perhatian : Pertolongan Pertama

Kulit:

Dengan segera, bilaslah kulit dengan banyak air. Lepaskan pakaian dan sepatu yang tercemar. Dapatkan perawatan medis. Cucilah pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dengan seksama sebelum digunakan kembali.

Mata:

Bilaslah mata dengan segera dengan banyak air sekurang-kurangnya selama 15 menit. Bila mudah dilakukan, lepaskanlah lensa kontak, bila dipakai. Dapatkan perawatan medis dengan segera.

Bila dihirup:

Pindahkanlah ke udara segar. Bila korban tidak bernafas, berikanlah pernafasan buatan. Bila sulit bernafas, berikanlah oksigen. Teleponlah dokter.

Bila dimakan:

JANGAN mengusahakan muntah. Dapatkan perawatan medis dengan segera. Bila korban sepenuhnya sadar, berikanlah segelas air. Jangan pernah memberikan sesuatu melalui mulut kepada orang yang tak sadarkan diri.

Catatan bagi dokter:

Amati untuk edema paru-paru yang laten. Pneumonitis kimia dapat terjadi setelah pemaparan pada pernafasan
Sourch; http://yuxie.wordpress.com

MENGENAL LEUKEMIA PADA ANAK, Deteksi Dini & Pengelolaannya

Leukemia merupakan keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi penambahan sel-sel abnormal dalam darah tepi. Penyakit ini perlu mendapat perhatian karena leukemia merupakan keganasan yang terbanyak pada anak, diseluruh dunia mencapai 30-40% dari seluruh keganasan anak.
Setiap ditegakkan diagnosis leukemia baru pada seorang penderita, akan membawa banyak dampak permasalahan, diantaranya kesiapan mental/psikologi, dana, perawatan yang lama, kekhawatiran tidak bisa sembuh, dan komplikasi penyakit atau pengobatan. Dampak tersebut bukan hanya harus dihadapi orang tua/ keluarga penderita, tetapi juga oleh pihak petugas medis/ para medis, rumah sakit serta pihak-pihak lain yang terkait, sehingga perlu dilakukan berbagai usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut.
EPIDEMIOLOGI.
Kejadian leukemia berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. Kejadian leukemia setiap tahun sekitar 3,5 kasus dari 100.000 anak dibawah 15 tahun.
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu : Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) 82 % dan Leukemia Mieloblastik (LMA) 18 %. Hal ini berbeda dengan leukemia pada orang dewasa, yaitu LLA 15 % dan LMA 85%. Leukemia kronik mencapai 3% dari seluruh leukemia pada anak.
Puncak kejadian LLA pada usia 2-5 tahun dan meningkat lagi setelah usia 65 tahun, sedang LMA mengenai semua kelompok usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 1,3 : 15.
ETIOLOGI
Penyebab leukemia tidak diketahui secara pasti, namun beberapa faktor dihubungkan dengan timbulnya leukemia. Faktor-faktor tersebut adalah radiasi pengion, zat kimia, obat, keluarga (genetik), infeksi virus, imunodefisiensi.
Kejadian leukemia meningkat pada orang yang terkena radiasi seperti yang terjadi di Hirosima dan Nagasaki setelah bom atom. Sedangkan obat-obatan adalah golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon, heksaklorosiklokeksan. Menurut Leiss dan Savitz (1995), penggunaan pestisida di rumah berkaitan dengan kejadian keganasan pada anak.
Faktor keluarga (genetik) dihubungkan dengan terjadinya leukemia karena pada kembar identik bila salah satu menderita leukemia maka kembarannya beresiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita leukemia. Leukemia banyak terjadi pada anak yang menderita kelainan kromosom seperti Sandroma Down, dan penyakit-penyakit genetik lainnya. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa infeksi virus ribonucleic acid (RNA) berperan terhadap timbulnya leukemia, namun pada manusia masih perlu penyelidikan lebih lanjut.
Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya leukemia pada anak, seperti yang dilaporkan oleh Cnattingis dkk (1995). Faktor-faktor tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen, asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil. Sedangkan Shu daa (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol meningkatkan resiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama LMA.
PATOGENESIS
Leukemia akut merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ. Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.
KELUHAN DAN GEJALA LEUKEMIA
Hipertrofi gusi terutama terjadi pada LMA. Infiltrasi ke kulit, yang dapat terjadi pada kelompok resiko standar dan tinggi, sering terjadi di kulit kepala, dan dapat merupakan gejala dini dari leukemia. Pada anak laki-laki, infiltrasi ke testis menyebabkan pembesaran testis yang tidak nyeri pada salah satu atau kedua testis, hal ini nantinya akan mempengaruhi prognosis karena menyebabkan kambuh. Umumnya gejala pada anak yang menderita LMA merupakan akibat dari gangguan sumsum tulang, seperti pada LLA, dan infiltrasi pada organ. Pembengkakan jaringan lunak di orbita dan gusi lebih menonjol.
DIAGNOSIS
Gejala klisnis dan pemeriksaan darah lengkap dapat menegakkan diagnosis leukemia. Namun, untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika dan biologi molekular.
Pada saat diagnosis leukemia ditegakkan akan menimbulkan beberapa permasalahan, baik karena tindakan yang infasif maupun kondisi psikologi orang tua dan keluarga. Aspirasi sumsum tulang dan pungsi lumbal dapat menimbulkan nyeri dan ketakutan pada anak serta kekhawatiran pada orang tua, sehingga perlu penjelasan dengan edukasi, pemberian obat penenang dan pendekatan psikologi. Tindakan tersebut juga perlu dilakukan pada saat mengevaluasi perkembangan penyakit / kemajuan pengobatan, sesuai jadwal yang sudah ditentukan edukasi dan pendampingan orang tua pada saat dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang dan pungsi lumbal adalah langkah yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan rasa percaya diri pasien.
TERAPI
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia, komplikasi dan tindakan yang mendukung penyembuhan, termasuk perawatan psikologi. Perawatan suportif tersebut antara lain transfusi darah/ trombosit, pemberian antibiotik pada infeksi/ sepsis, obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial.
Terapi kuratif/ spesifik bertujuan untuk menyembuhkan penderita. Strategi umum kemoterapi leukemia akut meliputi induksi remisi, intensifikasi (profilaksi susunan saraf pusat) dan lanjutan. Klasifikasi resiko standar dan resiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Pada induksi remisi diberikan kemoterapi maksimum yang dapat ditoleransi dan perawatan suportif yang maksimum. Kemungkinan hasil yang dicapai remisi komplet, remisi parsial atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplet dan untuk profilaksi terjadi leukemia pada saluran syaraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan. Pengobatan lanjutan sampai sekitar 2 tahun, diharapkan tercapai perpanjangan remisi dan dapat bertahan hidup.
Sitostatika yang digunakan pada tiap tahap pengobatan leukemia merupakan kombinasi dari berbagai sitostatika. Pengobatan dengan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) bermanfaat untuk mengatasi penurunan granulosit sebagai efek samping sitistatika, namun tidak mengurangi lama perawatan di rumah sakit.
Penderita dinyatakan remisi komplit apabila tidak ada keluhan dan bebas gejala leukemia, pada aspirasi sumsum tulang didapat selularitas normal dan jumlah sel blast < 5% dari sel berinti, hemoglobin > 12 gr/dL tanpa transfusi, jumlah sel leukosit > 3000/µl, dengan hitung jenis leukosit normal, jumlah granulosit > 2000/ µl, jumlah trombosit > 100.000/ µl, dan pemeriksaan cairan serebropinal normal.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok, granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan sebagainya. Penderita dengan granulositopenia sebaiknya dirawat di ruang isolasi. Untuk mengatasi kebosanan karena perawatan yang lama perlu disediakan ruang bermain dan pelayanan psikologis. Penderita yang telah remisi dan selesai pengobatan kondisinya akan pulih seperti anak sehat. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relap (kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya. Pada dasarnya ada 3 tempay relaps :
Intramedular (Sumsum tulang)
Ekstramedular (Susunan saraf pusat, testis, iris)
Intra dan ekstra meduler.
Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.
PROGNOSIS
LLA resiko normal prognosisnya lebih baik dari resiko tinggi. Faktor prognosis yang kurang baik antara lain : usia kurang dari 2 tahun, usia lebih dari 10 tahun, jumlah leukosit (sel darah putih) saat awal lebih dari 50x109/L, jumlah trombosit (keping darah) kurang dari 100x109/L, ada masa mediastinum, ras hitam, laki-laki, ada pembesaran kelenjar limfe, pembesaran hati lebih dari 3 cm, tipe limfoblas L2 atau L3, dan adanya penyakit susunan syaraf pusat saat diagnosisi. Viana dkk (1994) mendapatkan, penderita dengan gizi buruk (menurut standar tinggi badan/ umur) resiko kambuhnya lebih tinggi dibanding yang gizinya baik. Di Singapura walaupun ada perbaikan, 30%-40% penderita mengalami kambuh, dan kelompok ini prognosisinya baik. Perkembangan dan keberhasilan pengobatan pencegahan untuk leukemia meningeal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik memperbaiki secara progresif angka kesembuhan LLA pada anak. Angka kelangsungan hidup 5 tahun LLA sekitar 66-67%. Pada LMA, jumlah lekosit yang tinggi (>100.000/µL), ras hitam, koagulasi abnormal berprognosis jelek.
Sourch: http://majalahkasih.pantiwilasa.com